Panduan Dzikrullah

Panduan Dzikrullah

Kamis, 22 Oktober 2015

Bab_6_C_ Tajalli




Laa tatruki dza-dzikra li’adami hudhurika ma’allahi fiihi, lianna ghaplataka fii wujudidzikrihi,fa’asaa antarfa’aka mindzikri ma’a wujudi ghaflatin ilaa dzikri ma’a wujudi yaqazhatin,wamin dzikrin ma’a wujudi yaqazhatin ilaa dzikrin ma’a wujudi hidhurin, wamin dzikrin ma’a wujudin hidhurin ilaa dzikrin ma’a wujudi ghaibatin ‘ammaa siwalmadzkuri, wama dzalika ‘alaallahi bi’aziizi.

Artinya F: janganlah meninggalkan dzikir karena engkau belum selalu mengingati allah diwatu berdzikir, sebab kelalaianmu terhaap Allah dikala tidak berdzikir lebih berbahaya daripada kelalaian terhadap Allah di waktu berdzikir, semoga Allah menaikan derajatmu daripada zikir dengan kelalaian kepada dzikir yang disertai ingat/sadar terhadap Allah, lalu naik pula dari dzikir dengan kesadaran ingat kepada tingkat dzikir yang disertai rasa hadhir dan dari dzikir yang disertai rasa hadhir naik kepada dzikir hingga lupa terhadap segala suatu selain Allah, dan yang demikian itu bagi Allah tidak sukar, berpindah naik dari satu tingkat kelain tingkat /derajat dzikir adalah satu-satunya jalan terdekat yang terdekat menuju kepada Allah bahkan yang sangat mudah dan ringan.
Syaikhu abulqasim al-qasyairi berkata : dzikir itu perlambang wilayah (kewalian) dan pelita penerangn untuk sampai (pada Allah) ddan tanda shehat permulaannya, serta menunjukkan jernih akhir puncaknya, dan tiada satu ‘amal yang menyamai dzikir, sebab segala ‘amal perbuatan itu ditujukan untuk berdzikir, maka dzikir itu bagaikan jiwa dari segala ‘amal. Seangkan kelebihan dzikir dan keutamaannya tak dapat dibatasi.
 

Firman Allah ta’ala : fadzkurunii adzkurkum (al-baqarah-153),
artinya : berdzikirlah kalian kepada kami, pasti kami berdzikir pada kalian.

Syaikhu ‘abdullah bin ‘abbas r.a, berkata : tiada kewajiban yang diwajibkan oleh Allah kepada hambanya melainkan ada batasannya, kemudian bagi orang yang ‘udzur dimengapaka bila tidak dapat melakukannya kecuali : dzikir. Maka dzikir tidak ada batas dan tidak ada ‘udzur yang apat diterima untuk tidak mengerjakannya, hanya satu yaitu berubah ‘aqal atau tidak beraqal/gila., perhatikanlah keterangan bagan ini : 
  







Telah berkata ahli shufiyah : qalbu ghaibun (hati ghaib) warabbu ghaibun dan (tuhan ghaib), qalbun qasii kalbaha-imi bighairi ‘amali-hati yang keras seperti binatang tanpa memperbuat sesuatu,
Adapun lisan (lidah kita itu juru bahasa hati),
Adapun hati itu tempat hidayah,
Adapun hidayah itu adalah cahya, dan yang dinamai hidayah itu shifat ma’ani yang (7) :
1.      Qudrat
2.      Iradat
3.      ‘Ilmu
4.      Hayat
5.      Sama’
6.      Bashar
7.      Kalam
Yaitulah yang nyata kepada hati yang bangsa nurani, dan yang bangsa nurani itulah cahya yang berhubungan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Tersebut didalam hadits qudsi, bahwa Allah berfirman :
Maan ra-aanii faqad ra-alhaq = artuinya : barangsiapa yang melihat kami sesungguhnya dia melihat yang haq.
Dan bersabda rasulullah saw, ra-aitu rabbii fii ahsani shurati = artinya : daku melihat tuhanku didalam sebagus-bagus rupa.
Dan lagi sabdanya : ‘Araftu rabbii birabbii = artinya : daku mengenal tuhnku dengan tuhanku.
Dan berkata pula sayyidina ‘alii r.a, ra-aitu rabbii bi’aini qalbii, faqultu laasyakka anta anta = artinya : aku melihat tuhanku dengan mata hatiku, dan aku pun berkata : tidak syak lagi : yang engkau itu, adalah engkau tuhan.
Qalallahu ta’ala : mazhaharat fii syai-in kazhahuri fiil insani = artinya : tiada nyata pada sesuatu seperti nyatanya pada manusia. 

 Tamat
Wallauhu ‘alam bish-shawab : tamat













Tidak ada komentar:

Posting Komentar