Panduan Dzikrullah

Panduan Dzikrullah

Kamis, 22 Oktober 2015

Bab_6_B_Tajalli


Maka orang-orang yang menggunakan ‘aqal, mereka masih merasa adanya dirinya dan dekatnya kepada tuhannya (yakni Allah selalu meliputi mereka dan mengurung mereka), sedangkan orang=orang yang menggunakan nurul ilmi merasa dirinya tidak ada jika dinding yang dengan adanya Allah.

Dan ahli haqeqat hanya melihat kepada Allah dan tidak melihat apa pun disampingnya, bukannya mereka tidak melihat adanya ‘alam sekitarnya tetapi karena ‘alam sekitarnya itu tidak berdiri sendiri tetapi selalu berhajat kepada Allah, maka adanya ‘alam ini tidak manarik perhatian mereka, karena itu mereka menganggap bagian tak ada. 
 

Kanallahu walaa syai-a ma’ahu wahuwal-ana ‘alaa ma’alaihi kana.

Artinya : adalah Allah dan tiada sesuatupun disampingnya dan dzatnya kini tetap sebagaimana adanya demikian contoh maqam fana : tiada melihat sesuatu kecuali Allah jua, itulah pandangan orang ahli mhaqeqat yang mendapat (tajalli), tidak melihat adanya sesuatu yang apat disebut disamping Allah.
Justru itu puncak daripada perjalanan thareqat adalah (tajalli) yaitu dekat : sampai pada maqam pana-u atau disebut juga maqam (baqa-ubillah), maka perhatikanlah fatwa ini : 
 

latarahal min kunin fatakuuna kahimaraarahaa yasiiru walmakanaulladzii artahala ilaihi wahuwalladziir tahala minhu walakina irhal minal-akwani ilaalkawwini wainna ilaa rabbikalmuntahaa. 

Artinya janganlah berpindah dari satu ‘alam ke’alam yang lain berarti sama dengan keledai yang berputar-putar sekitar penggilingan ia berjalan menuju ketempat tujuan, tiba-tiba itulah tempat yang ia mula-mula berjalan padanya, tetapi hendaklah engkau berangkat pergi dari semua ‘alam menuju kepada pencipta ‘alam2 semua ini, sesungguhnya hanya kepada tuhanmulah puncak segala tujuan.
Maksudnya : janganlah berpindah dari …..yang terang ke’alam …..yang samar. ‘amal kebaikan yang masih dinodai oleh ria, sam’ah ( mengharap pujian mekhluq) tidak dianggap oleh syare’at, tidak diterima oleh Allah,…dan apabila telah bersih dari semua itu, lalu ada terdorong oleh karena menginginkan kedudukan atau kekayaan atau kekeramatan dunia atau akhirat, itu masih termasuk ‘alam hawa nafsu dan belum mencapai tujuan (ikhlash) yang berarti mestinya bersih dari segala tujuan yang selain melulu hanya kepada Allah.
Oelh karena itu dikatakan : selama masih berpindah-pindah dari ‘alam ke‘alam tidak berbeda dengan keledai yang berjalan berputar-putar, sekitar penggilingan, dari situ juga dia, bolak-balik ketitik permulaan dia berangkat tadi mestinya : sekali berangkat langsung menuju pencipta ‘alam, walau mesti melewati titan-titian dan tanjakkan-tanjakkan, firman Allah ta’ala : 


wa anna illaa rabbikalmuntahaa (an-ajmu 42).

 Artinya sesungguhnya kepaa tuhanmulah puncak dari segala tujuan.
Bahwasanya barangsiapa yang telah mendapatkan Allah berarti : telah mencapai segala sesuatu baik urusan dunia maupun urusan akhirat,
Maka berkata syaikhu abu yaziid al-bishthami : jikalau Allah menawarkan kepadamu akan diberinya kekayaan dari (‘Arsy) sampai ke (Bumi) maka katakanlah ; bukan itu ya Allah, tetapi hanya engkau ya Allah tujuanku.
Jalan menuju (tajalli) ditunjukkan oleh ahli haqeqat dengan katanya
 

alhaqqu laisa bimahjuubin wainnamal mahjuubu anta ‘aninnazhiri ilaihi, idz lau hajabahu syai-un lasatarahu mahajabahu walaukana lahu satirun lakana liwujudihi hashirun wakullu hashirin lisyai-in fahuwa lahu qahirunn, wahuwalqahiru fauqa ‘ibadihi.
Artinya : alhaq yaitu Allah ta’ala tiada terhijab oleh sesuatu apapun sebab tiak mungkin adanya sesuatu yang dapat menghijab Allah ta’ala, sebaliknya manusialah yang terhijab sehingga tidak dapat melihat wujudullah, sebab sekiranya ada sesuatu yang menghijab Allah berarti wujudullah dapat terkurung (dan itu mustahil) sebab sesuatu yang mengurung itu dapat menguasai yang dikurung, padahal Allah yang maha berkuasa atas semua makhluq,
Bagaimana manusia yang terhijab sehingga dia tidak dapat melihat akan wujudullah? Untuk dapat mengerti jawabannya, maka ketahuilah, bahwa shifat-shifat manusia yang berhubungan dengan faham agama terbagi dua :
1.      lahir yaitu yang dilakukan dengan anggota jasmani
2.      bathin yaitu yang berlaku dalam hati ruhani, sedangkan yang berhubungan dengan anggota lahir juga terbagi lagi dua
1.      yang sesuai dengan perintah bernama tha’at
2.      yang menyalahi perintah bernama ma’shiat, demikian pula yang berhubungan dengan hati terbagi dua :
1.      yang sesuai dengan haqeqat kebenaran itu bernama iman dan ilmu
2.      yang berlawanan dengan haqeqat kebenaran bernama nafaq dan kejahilan.
Shifat-shifat rendah yang buruk seperti : hasud-iri hati-dengki-sombong-mengadu domba-merampok-dan gila pangkat-gila dunia-thama’-rakus dan sebagainya menumbuhkan cabang-cabangnya berupa permusuhan-kebencian-merendah terhadap orang kaya-menghina orang miskin-bermuka2muka-sempit dada-hilang kepercayaan terhadap kepercayaan Allah-kejam-tidak kenal malu dan lain2 sebagainya……
Apabila seseorang telah dapat mengusir dan membersihkan diri dari shifat-shifat yang rendah itu yang bertentangan dengan kehambaan itu maka pasti dia akan sanggup menerima dan menyambut tuntunan tuhan baik yang langsung dalam ayat-ayat al-quran atau berupa tuntunan dan contoh yang diberikan oleh rasulullah saw, dan dengan demikian arti dia telah mendekat kehadhirat tuhan.
Adapun shifat ‘ubudiyah atau yang disebut shifat kehambaan itu ialah patuh tha’at terhadap semua perntah dan larangan, mengerjakan perntah dan meninggalkan larangan tanpa membantah dan tanpa merasa keberatan. Justru itu perhatikanlah kata-kata ahli ma’rifat :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar