Panduan Dzikrullah

Panduan Dzikrullah

Sabtu, 24 Oktober 2015

BAB_1_C_THAREQAT

Maka dapat dipahami kesempurnaan agama adalah atas tiga kesimpulan : yakni : Iman –Islam –Ihsan.
Tentang Iman :
Kita pelajari ilmu ushuludiin atau ilmu kalam, yakni ilmu pokok kepercayaan dalam Agama, setelah ilmu ushuludiin berkembang menjadilah suatu cabang ilmu yang dinamakan ilmu Kalam, didalam ilmu kalam ini dibahas mengenai shifat-shifat Tuhan, dibicarakannya dengan alasan-alasan secara ‘aqal sehat yang berpancar dari otaq. Maka Imam “ Asy’ari “ seorang ulama besar mengambil kesimpulan dalam “ shifat duapuluh “, sebelum itu beliau pada mulanya berpaham “ Mu’tazilah “, dan setelah beliau meninggalkan paham “ Mu’tazilah “ maka beliau menyusun pula “ ‘Aqoid ketuhanan ” menentang paham Mu’tazilah tersebut, sehingga kemudian pahamnya Imam Asy’ari ini menjadi maqom ahli sunah waljama’ah , pelajaran shifat duapuluh itulah yang selama ini merupakan pula pelajaran ketuhanan kita dan menjadi  ‘Aqidah / kepercayaan beragama, yang secara beraqidah atau dalam cara kita berupaya mengenal Tuhan dengan jalan penyelidikan ‘Aqal Fikiran semata-mata, tetapi ilmu untuk mencapai Haqeqat ketuhanan ialah ilmu yang terpancar dalam Hati, tegasnya : ilmu adalah “ Pelita “ diatas otaq dan “ Agama “ adalah Pelita didalam Hati.
Tentang Islam :
Kita pelajari ilmu fiqiih sebagai ilmu ketho’atan, ialah suatu cabang ‘ilmu untuk memfahamkan syare’at atau peratura-peraturan berupa perintah atau larangan atas dasar Al Qur’an dan sunah Rasul yang merupakan sumber-sumber hukum dalam Islam, didalamnya terdapat ketentuan-ketentuan hukum ‘Ibadat, hukum Mu’amalah (Perdata), hukum Janayat (Pidana), hukum Rumahtangga (Nikah – Tholaq – Ruju’), hukum Faraid, hukum wajib – Haram – Makruh – Sunah – Mubah – dan lain-lain yang semuanya itu merupakan ‘Amalan zhohir, maka ‘Ilmu fiqih digolongkan sebagai ‘Ilmu Zhohir.
Tentang ihsan :
Yaitu kunci daripada semuanya kita pelajari ‘Ilmu tashauf sebagai ‘Ilmu Bathin, maka golongan tashauf dengan ‘ilmu ……. .bermusyahadah atau menyaksikan tuhan, tidak dengan jalan penyelidikan ‘Aqal Fikiran tetapi dengan jalan merasakan atau menyaksikan mata dan sir rahasia hati, bagi mereka pengetahuan tentang tuhan dan ‘Alam wujud ini adalah suatu pengetahuan atau Ilham yang dilimpah karuniakan oleh Allah ‘Aza wajala kedalam jiwa kita sebagai rahmat Allah ta’ala dikala dan manakala manusia terlepas dari godaan hawa nafsu dan memusatkan ingatan semata-mata kepada “ Dzat “ – terangkanlah tabir rahasia dengan karunia rahmat Allah – Dzat yang wajib wujud – terangkan;ah tabir rahasia malakut dan tetkala itu jelaslah Haqeqat ketuhanan yang selama ini  terrahasia dengan idzin Allah , tetkala itu ‘Aqal pikliran tiada berjalan lagi melainkan tiba-tiba derajat yang paling tinggi : jauh di atas ukuran kata-kata.
Maka batas pengertian ‘ilmu filsafat ( ‘ilmu kalam ) dengan ‘ilmu tashauf kiranya dapat dipahamkan dari suatu kisah pertemuan antara Abu ‘Ali Ibnu Sina, seorang tokoh filsafat ( ‘ilmu kalam ) disatu pihak, dengan Abu Sa’id seorang tokoh ‘ilmu tashaauf dilain pihak, lalu setelah mereka satu dengan lain sudah berpisah, adalah orang yang bertanya kepada Ibnu Sinaa : bagaimana kesan tuan  tentang Abu Sa’id ? jawabnya : saya ketahui apa yang Abu Sa’id saksikan / rasakan. – setelah itu pergi bertanya pula orang itu kepada Abu Sa’id : bagaimana kesan tuan tentang ibnu Sinaa ? jawabnya : saya merasakan apa yang ibnu Sina ketahui.
Berlainan sekali dengan mereka dari kalangan ahli-ahli ‘ilmu kalam dan filsafat juga ahli-ahli ‘ilmu fiqih yang acapkali berbantahan berselisih antara mereka, maka rata-rata qaum shufi itu bersikap damai dan tidak ada pertengkaran memperebutkan faham pengertian di kalangannya, karena qaum shufi itu lebih menyibukkan dirinya dengan dzikirullah / mengingat Allah, terpaut hatinya hanya kepada Allah, begitulah jaminan Allah memberi ketentraman hati bagi orang-orang yang selalu mengingat Allah sebagaimana firmannya :
 
Alladziina amanuu watathma’inna quluubuhum bidzikrillai, alabidzikrillahi tathma’inul qoluub, alladziina amanuu wa’amilushsholihati thuubaa lahu wahusnulma’aab ( arra’du – 28 – 29 ).
Artinya : yaitu orang-orang yang beriman menjadi tentramlah hati-hati mereka dengan mengingat Allah, camkanlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram, orang-orang yang beriman dan beramal shalih (banyak beramal yang sunat) bagi mereka itu kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.
Dengan berkata ketentraman hati itulah golongan shufi tidak kecil hati tidak penakut, tetap pendirian tiada ragu-ragu dan tiada pula duka cita berkesusahan, hidupnya sederhana – tidak mengejar-ngejar kebutuhan, tidak berlebih-lebihan, mereka selalu bersyukur kepada Allah, senang dalam hidup apa adanya, shabar kuat menahan kesakitan dalam menjalankan perintah –perintah Agama dan dalam hal menerima berbagai cobaan dan ujian dari Allah ta’ala mengutamakan keikhlashan ber’amal dan ber’ibadat kepada Allah karena bukan karena mengharap imbalan pahala / syorga meskipun dikalangan qaum shufi ini dapat bermacam-macam thoreqat (sistem) dzikrullah dan kifayah-kifayah ‘amal tidaklah terdapat pertikaian menyolok antara thoreqat yang satu dengan yang lainnya, oleh karena mereka sama (satu) dalam upaya mensuci bersihkan hati, hingga mereka yang bermacam-macam thoreqat itu sama-sama hatinya selalu tentram tidak ada rasa dimusuhi atau memusuhi dan yang ada hanyalah kesatuan satunya tujuan mereka yakni : dengan thoreqat masing-masingnya hendak mencapai Haqeqat ketuhanan.
Maka sungguh tiadalah wajar kalau golongan shufiyah / thoreqat ini sampai dicurigai : orang-orang yang membahayakan keamanan atau yang mematikan semangat kerja atau dihembus-hembuskan sebagai golongan sesat atau apakah lagi sebutan-sebutan yang buruk.
Syekh junaid .k.s tokoh ‘ilmu tashauf  berkata : bahwa semua thoreqat / tashauf itu akan tidak berhasil jika tidak menuruti sepanjang ajaran Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai sumber thoreqat.
Pada waktu menerangkan tujuan shufi maka syekh junaid al-baghdadi berkata : kami tidak mengambil tashauf / thoreqat ini dari pikiran atau pendapat orang, tetapi kami ambil dari menahan lapar dan meninggalkan terpautnya kecintaan kepada dunia, meninggalkan kebiasaan kami sehari-hari untuk mengikuti segala yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang,
penjelasan arti tashauf oleh para ahlinya dalam arti pada bahasa (Lughoh) dan pada arti ta’rif (Difinisi). Arti pada bahasa Shufa – Shofwan – Shufwu - yang artinya : bersih dan jernih dan keikhlashan berkasih sayang, maka arti tashauf menurut kata bahasa adalah Membersihkan Menjertihkan Hati dari segala budi pekerti dan shifat-shifat yang kotor menggemarkan Akhlash ber’amal dan perangai kasih sayang .
maka albasyir salaseorang ali shufi memberi arti  : 
 
 
Ashshufi man shafa qolbuhu.
Artinya :  orang shufi itu orang yang bersih suci hatinya.
Dan arti thashauf / thoreqat pada ta’rif adalah 
 
 
Dawamul’ubudiyyati zhohiron wabathinan ma’a dawami hudhurilqolbi ma’allahi.
 
Artinya : berkekalan memperhambakan diri zhohir bathin kepada Allah serta berkekalan tiada berkeputusan hudhur hati (Ingat) beserta Allah.
Abu Muhammad Jurairi berkata : tashauf adalah masuk kedalam budi dengan menuruti contoh yang ditinggalkan oleh Nabi SAW, dan dengan meninggalkan budi yang rendah.
Syekh Jakariya Al-anshorri berkata : tashauf adalah ‘ilmu yang menerangkan ha-hal tentang cara-cara mensucibersihkan jiwa, tentang cara memperbaikkan Akhlaq dan tentang cara pembinaan kesejahtraan zhohir batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.
Ada juga yang berkata : tashauf / thoreqat ialah membersihkan jiwa dari pengaruh benda atau ‘ilmu supaya mudah menuju pada Allah ‘aza wajala,
Dan masih ada beberapa pendapat lagi yang maksudnya serupa atas dasar tujuan itulah lahirlah suatu tatacara dalam bentuk pendidikan budi pekerti yang tersusun atas dasar pendidikan tiga tingkat. 
Pertama :
Takholli yakni membersihkan diri zhohir batin dari shifat-shifat yang tercela dan menjauhi ma’shiat zhohir batin,
          Kedua :
Tahalli yakni mengisi dan mehiasi diri zhohir bathin dengan shifat-shifat yang terpuji dan dengan tho’at dan taqwa zhohir dan bathin,
          Ketiga :
Tajalli yakni tiada berputus meresakan akan rasa ketuhanan yang sampai mencapai haqeqat kenyataan Allah wahdah, tiada pandang hanya tunggal pandangnya kepada Allah dzat alwajibul wujud, tiada ingat akan segala sesuatu melainkan hanya ingat kepada Allah jua, tiada dirasakan sesuatunya hanya rasa akan Esanya Allah ta’ala jua.
Dalam hubungan inilah maka ‘ Dzunnuuni q.s . seorang ahli tashauf yang terkemuka, ketika ditanyakan kepadanya : dengan jalan apakah tuan mengenal Tuhan ? maka dijawab oleh beliau dengan suatu hadits :
‘Aroftu robbii birobbii.



Artinya :  Aku mengenal tuhanku dengan tuhanku, kalaulah bukan dengan tuhanku tidaklah aku akan mengenal tuhanku, dan pada lain kesempatan belaiau berkata :
Man lam yadzuq lam ya’rif.
Artinya : barangsiapa yang belum pernah merasainya tentu belumlah dia mengenalnya.
Kiranya dapat disimpulkan bahwa ‘ilmu untuk mencapai haqeqat ketuhanan bukanlah dengan jalan ‘ilmu yang dipikirkan oleh otaq semata-mata melainkan adalah ‘ilmu yang terpancar dalam lubuk hati.
Perhatikan oleh kita , bahwa :
1.                    seseorang mungkin belajar rukun iman dengan ushuludiin atau ‘ilmu kalam sehingga dia tahu dan percaya bahwa Allah itu ada ( Wujud ) akan tetapi mengetahui saja Shifat Wujud wajib bagi Allah tiada cukup untuk menerbitkan rasa takut kepada Allah, apabila dia belum dapat membuktikan keimanannya itu dengan mengetahui kewajiban apakah yang dia mesti perbuat selaku hamba Allah.
2.                    ‘Ilmu yang mempelajrkan kewajiban-kewajiban dalam membuktikan keimanan kepada Allah itu ialah : ‘Ilmu fiqih yang membentangkan hukum –hukum dalam Islam, utamanya rukun islam, tetapi mengetahui saja kewajiban dan hukum tidaklah cukup untuk dapat menerbitkan rasa takut / taqwa kepada Allah dan patuh mengerjakan segala suruhan serta meninggalkan segala larangan bila tidak adanya pengawasan atas jiwa.
3.                    ‘Ilmu yang mempelajarkan pengawasan atas jiwa itu ialah tashauf / thoreqat, rasa takut kepada Allah terbit dari hati yang bersih dari kotoran-kotoran hawa nafsu, karena tashauf bekerja mengawasi jiwa dan membersihkannya dari kotoran-kotoran hawa nafsu sehingga rasa taqwa terbitlah dari hati yang suci dan selalu merasa dekat kepada Allah, karenanya terbitlah cinta kepada Allah, lalu dawam / berkekalan mengingat Allah yang dicintainya, seolah-olah manunggal hamba dengan tuhannya, berarti : ushuludin – fiqih – dan tashauf adalah kesatuan ‘ilmu bagi mencapai kesempurnaan yang dikehendaki oleh Agama yaitu : Iman, Islam, Ihsan, dan sepertinya Iman dan Islam, itu dengan ‘amal Ihsan.
Berarti : huikum ditentukan dengan fiqih dan pengawasan atas jiwa dengan tashauf, perpaduan fiqih dan tashauf adalah perangkat terpadunya “ otaq dan hati “ yang merupakan derajat dalam islam.
Maka ‘ilmu itu selalu bertumbuh, berkembang dan bercabang-cabang seiring kemajuan zaman, dimana ‘ilmu pengetahuan dari abad keabad berkembang semakin banyak cabang-cabangnya. Hanyalah mereka yang membeku otaqnya masih tidak dapat mengerti tentang timbulnya cabang-cabang ‘ilmu itu, sebab dewasa ini masih acapkali terdengar suara sumbang mengejek : bagaimana mesti ada itu tashauf ? bagaimana itu mesti ada thoreqat ? bukanlah cukup Qur’an dan Hadits saja ? bahkan ada yang lebih sengit lagi  katanya : apa yang selain Qur’an dan Hadits itulah bid’ah, khurfata dan sesat. Pendapat demikian adalah pendapat mereka-mereka yang mempersempit keluasan ‘ilmu yang terkandung dalam Qur’an dan Hadits sebagai sumber dari segala cabang-cabang ‘ilmu dan ‘ilmu-‘ilmu cabang. Mereka itu tidak mengerti, bahwa bahkan bukan saja ‘ilmu fiqih – ‘ilmu ushuludin – ‘ilmu tafsir – dan ‘ilmu tashauf / thoreqat itu dilahirkan dari Qur’an dan Hadits, bahkan segala ‘ilmu seperti : ‘ilmu pasti – ‘ilmu mekanik dan lain-lain ‘ilmupun terlahir dari Qur’an dan Hadits, misalnya saja : ilmu alam sebagai pokok ilmu bercabanglah ilmu kimia – ilmu pertanian – ilmu pertambangan dan banyak lagi, kalau di ibaratkan ada peraturan ilmu alam, bahwa manakala “ Shoda Kustik “ dilarutkan dengan minyak kelapa maka jadilah dia sabun, itulah ilmu yang melaksanakan peraturan ilmu alam adalah ilmu kimia sebagai suatu cabang dari ilmu alam dan dia tidak keluar dari pokok / induknya.
Begitulah gambaran untuk menjelaskan ‘ilmu tashauf atau threqat sebagai ilmu pelaksanaan dari ajaran Qur’an dan hadits itu adalah pokok /  sumber ‘ilmu agama islam dan qaum muslimin dalam menghadapi arus kemajuan yang pesat itu semakin dihadapkan pada persolah–persoalan baru dan tiap persoalan baru selalu dapat dipecahkan dengan cabang-cabang dan ranting-ranting ‘ilmu yang dapat dipetik dari penafsiran ayat-ayat Qur’an yang luas.
Bukankah jangan dilupakan penegasan Allah subhanahu wata’ala didalam firmannya :
Qul laukanalbahru midadan likalimaati robbii lanafidalbahru qobla antanfada kalimatu robbii walauji’na bimitslihi madadan  ( Kahfi – 109 ).
 
Artinya : katakanlah ! jikalau sekiranya seluruh lautan menjadi tinta untuk dipakai menuliskan kalimah-kalimah ( ‘Ilmu2 ) tuhanku sesungguhnya habislah lautan tinta itu sebelum selesai habislah ditulis kalimah-kalimah tuhanku, meskipun Allah datangkan tambahan lautan tinta sebanyak itu lagi.
  Maka janganlah orang yang mengaku dirinya islam terlalu lantang mengatakan : ini tidak ada di Qur’an , itu tidak terdapat di Qur’an , kasihan mereka yang tidak percaya akan Luasnya Qur’an, karena tidak tahu sudah banyak bicara, orang-orang beginilah yang akan bingung manakala dikatakan : jangankan ‘ilmu thoreqat, bahkan ‘ilmu membuat sambalpun ada induknya didalam Qur’an.
Firman Allah ta’ala :
Alam taro annallaha anzala minasysyamaai maa an faahrojna bihi tsamarotin mukhtalifan alwanuha waminaljibali judadubidhun wahumrun mukhtalipun alwanuha wafarobiibu sudun , waminannasi waddawabi walan’am mukhtalifun alwanuhu kadzalika , innamaa ykhysllaha min’ibadihl ‘ulamauu innallaha ‘aziizun ghofuur. ( alfathor – 27-28 )
 

Artinya :  tidakkah kalian memperhatikan bahwa Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah buahan yang beraneka macam jenisnya – dan diantara gunung –gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya – dan adapula yang hitam pekat, dan demikian pula diantara manusia, binatang –binatang lepas dan binatang ternak adalah bermacam-macam jenis dan warnanya, sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambanya hanyalah ‘Ulama  (Ahli ‘Ilmu) sesungguhnya Allah maha kuasa lagi maha pengampun.
Lihatlah betapa didalam ayat tersebut terpendam ‘ilmu Cuaca–‘ilmu pengairan – Pertanian –(bertani) –‘ilmu Pegunungan  / Kehutanan – ilmu Cahya dan Angkasa – ‘ilmu Hayati – ‘ilmu Hewan – ‘ilmu Peternakan  dan lain-lain yang terus berkembang,
Dan adapun ‘Ulama yang dimaksud dalam ayat tersebut ….. hanya yang takut ….. kepada Allah diantara mereka (Hamba-hambanya) hanyalah ‘Ulama, kiranya itulah ulama-ulama ahli muqorrob           (berhampiri diri) kepada Allah, karena mereka melihat segala sesuatu itu berkata : 
 
 
Maroaitu syaian illa roaitu fiihi robban. = Artinya : daku tidak melihat pada sesuatu melainkan daku melihat tihan pada sesuatu itu,
Para muqarrobiin itu menempuh jalan thoreqat dengan menjalankan latihan-latihan jiwa / riadhoh , membersihkan jiwanya dari shifat-shifat yang tercela (Madzmumah) dan mengisi jiwanya dengan se
benar-enarnya.
 
Nahnu Aqrabu ilaihi min hablilwarid ( Q–16) ,=Artinya : kami (Allah) lebih dekat kepadanya terbanding urat lehernya.
Salasatu dasar perhatian mereka ialah firman Allah ta’ala dalam hadits qudsi : 
 
 
kunta khoziinatan, khofiyatan, ahbabtu anu’rofa fakholaqtul kholqo fata’aroftu ilaihim fa’arofuunii.=Artinya : adalah kami satu perbendaharaan yang tersembunyi, kami kehendaki supaya kami dikenal, maka aku jadikan makhluq maka dengan pengenalanku kepada para makhluq itu lalu mereka mengenal kami.
Para ahli shufiyah memperhatikan bahwa kehidupan dan alam penuhlah dengan Rahasia-rahasia yang tersembunyi yang tertutup oleh hijab atau dinding aling-aling yang diantara dinding aling-aling itu ialah Hawa Nafsu kita sendiri, tetapi rahasia itu mungkin terbuka dan hijab mungkin tersingkap sehingga kita dapat melihat dan merasai atau berhubungan langsung dengan yang Maha Rahasia asal
kita sudi menempuh jalannya dan jalan itulah yang dinamakan thoreqat, oleh karena itu maka thoreqat termasuk ‘Ilmu Mukasyafah, yang memancarkan nur cahaya kedalam hati murid-muridnya sehingga dengan nur itulah terbuka baginya segala sesuatu yang ghoib daripada ucapan0ucapan Nabinya SAW, (Hadits) langsung) dan rahasia-rahasianya tuhannya, ‘ilmu Mukasyafah tidak dapat dipelajari tetapi diperoleh dengan “ Riyadhoh dan Mujahadah “ sebagai kunci pembuka bagasi petunjuk Hidayatullah, sesuai dengan firman Allah ta’ala :
 
Walladziina jahaduu fiiha lanuhdiyannahum subulana, wainnallah lama’almukhsiniin   (al’ankabut–69),= 
 
 
Artinya : dan mereka yang berjihad (bersungguh-sungguh berjuang) untuk Allah, sungguh akan Allah tunjukkan kepada mereka jalan-jalan (thoreqat) kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang yang memperbuat kebajikan . Tamat



Wallahu’alam bish-shawab
Artinya : adalah kami satu perbendaharaan yang tersembunyi, kami kehendaki supaya kami dikenal, maka aku jadikan makhluq maka dengan pengenalanku kepada para makhluq itu lalu mereka mengenal kami.
tamat
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar