Panduan Dzikrullah

Panduan Dzikrullah

Rabu, 21 Oktober 2015

BAB_17_A_MA’RIFAT SEBAGAI TUJUAN KITA, DAN MA’RIFAT ATAS ‘ILMUL YAQIIN -‘AENAL YAQIIN - HAQQUL YAQIIN

 
 
Bahwasanya tujuan kita adalah Fana untuk mencapai Ma’rifat adapun pengertian Fana menurut pandangan kejiwaan adalah,          ( mentiadakan diri supayaada ). Dan secra tashauf adalah, leburnya perabaan pada kebaqoan Allah disana perasaan keinsanan lenyap karena telah diliputi diri dengan Alkhaqu ta’ala, maka ketika itu antara diri dengan Allah menjadi manunggal dudalam baqonya tampa ( Hulul ) / berpadu dan tampa ( Istihad ) / bersatu, yaitu dekat, berpisah tiada dua, namun didalam pengertian sebagai mana yang dikatakan oleh syekh ‘abdul karimaljaelani katanya. 
 
 
Innal ‘abda ‘abdu wainnarrobba robbun layashiru ‘abdu robbaan warobbun ‘abdan.
Artinya : bahwa sesungguhnya Hamba adalah Hamba. Tuhan adalah.Tuhan, tiada mungkin Hamba menjadi Tuhan dan juga tidak mungkin Tuhan menjadi Hamba.
Selanjutnya beliau berkata :
 
 
Wa’alamatu hadzalkasni an yafna awalan sirri rububiyyati tsumma yafna an ma’allaqoti shifatihi bimutahaqiqi dzatihi.
Arinya : adapun cirinya ( Kasfa ) itu ialah : yaitu pfananya seseorang dari pancaran tuhan segala yang mengikuti shifatnya karena tahqiqinya dzatullah. dalam pada itu berkata pula saidina ‘ali ibnu tholib karomallahu wajhah .
 
 
Wafii fanaii fana fanaii, wafii fanaii wajadti anta.
Artinya : dan didalam kefanaanku barulah kefaanku .tetapi didalam kefanaanku ( Itulah Aku) mendapatkan engkau alkhaq ta’ala.
Perihal tashauf  menerangkan. bahwa pintu fanau itu iyalah :

 
 
Dawamu  dzikri.
Artinya : berkekalan berdzikir mengingat Allah
 
 
Dawamun niyani
Artinya : berkekalan melupakan selain Allah
 
 
 
Adapun mengenai Ma’rifat, maka telah berkata abi qohar :
Alma’rifatu ‘ala lisanil ‘ulamai  hiyal ‘ilmu fakulla ‘ilmun ma’rifatun wakullun ma’rifatin’ilmun. Wakullun ‘alimin billahi ‘arifun wakulla ‘arifi ‘alimun. 
 Artinya : ma’rifat menurut pendapat ‘ulama ( bukan ahli tashauf ) ialah pengetahuan, maka tiap-tiap ‘ilmu itu ma’rifat dan tiap-tiap ma’rifat itu adalah ‘ilmu dan tiap-tiap orang ‘alim dengan Allah   adalah orang ‘arif dan tiap-tiap orang ‘arif adalah ‘alim  (orang yang berilmu)
 
 
Selanjutnya beliau memberikan perincian tentang pengertian Ma;rifat katanya
Faman ‘arofallahu bihi fahuwa ‘arifun ‘alal haqiqoti man ‘arofahu biddalilii fahuwa mutakalimun waman ‘arofahu bitaqliyaai huwa ‘amiyun.
Artinya : barang siapa mengenal allah dengan jalan pertolongan allah, orang itu ‘arif akan allah secara haqiqi ( ahli tashauf ) dan barang siapa orang ‘arif dengan secara dalil saja. maka orang itu tergolong pada ahli ( mutakalim ) ahli ushuludin. dan barang siapa yang akan Allah dengan secara taqlid ( mengikuti / menuruti perkataan orang lain tampa mencari dalil ) maka orang itu bodoh.
Selanjutnya seorang masuk tashauf dari abad ketiga hijriyah yakni : dunun mikriyah. Mengatakan   pandangannya   tentang   tiga   macam tingkat   pengetahuan tentang tuhan yaitu : Pengetahuan umum :
Tuhan itu   satu ( ahad )  dengan  perantaraan  ucapan ( kalimat syahadat.)
Tuhan itu   satu menurut jalan ‘aqal  pikiran  ( pengetahuan ‘ulama / shufi )
Tuhan itu   satu   dengan   pengenalan  /  penglihatan   ( hati sanubari ).
Maka pengetahuan menurut pengertian yang (pertama) dan yang (kedua) tersebut (awam) dan ‘ulama sebenarnya belumlah merupakan pengetahuan (haqiqi) tentang tuhan, maka keduanya disebut (‘ilmu) dan bukannya (Ma’rifat)  pengertian yang melandasi pengetahuan yang (ketiga) barulah disebut sebagai Ma’rifat karena telah merupakan pengetahuan (haqiqi) tentang tuhan.
Jelaslah bahwa ma’rifat hanya terdapat pada qaom shufi yang sanggup Melihat Tuhan denga hati sanubarinya, yang adalah karunia / anugrah allah kepada qaom shufi yang benar-benar berjuang dengan hasrat bertemu tuhan, dari sangat cintanya mereka kepada tuhannya,
Ketika dunuun di tanya :
 
 
Bima’Aroftu Robbaka?
Artinya : dengan bagimana anda Ma’Rifat / mengenal akan tuhan anda ?

 

Qola : ‘aroftu robbi bi robbi walaolaka robbii lama ‘aroftu robbii.
Artinya : aku mengenal tuhanku dengan tuhanku dan sekiranya bukan pertolongan tuhanku niscaya aku tidak mengenal tuhanku
Dari kata-kata tersebut tergambar bahwa Ma’rifat tidak diperoleh begitu saja tetapi adalah pemberian dari tuhan, oleh karena itu maka Ma’rifat bukanlah hasil pemikiran manusia tetapi terkandung pada kehendak dan rahmat tuhan, dengan lain perkataan, bahwasanya Ma’rifat adalah pemberian Allah kepada qaom  shufi yang  sanggup  mampu    menerimanya
Setengah dari pada ahli shufiyah menerangkan perihal tiga alat untuk memperoleh Ma’rifat yakni tiga alat dalam tubuh manusia. Yang dipergunakan oleh ahli shufiyah pada umumnya dalam hubungan mereka dengan tuhan :
1 . Qolbu =====================untuk mengetahui shifat tuhan
2 . Ruuh ===================== untuk mencintai tuhan
3 . Sirr    =====================untuk melihat tuhan
Adapun Sirr disini lebih halus daripada Ruuh dan Ruuh adalah lebih halus dari Qolbu dan Qolbu itu. tidak sama dengan jantung karena Qolbu adalah alat untuk ( merasa ) dan pula alat untuk berpikir.
Adapun perbedaan Qolbu dengan ‘Aqal ialah bahwa ‘Aqal tak bisa memperoleh pengetahuan sebenarnya tentang tuhan sedang Qolbu bisa mengetahui haqeqat dari segala yang ada manakala Allah melimpahkan Nuur-nya kepada Qolbu insan seolah-olah Siir bertempat di Ruuh dan Ruuh bertempat di Qolbu dan Sirr timbul serta dapat menerima limpahan rahmat da Allah kalu Qolbu dan Ruuh itu telah suci benar kosong daripada selain Allah, maka pada ketika itu tuhan menurunkan cahyanya kepada orang shufi dan menjadilah yang dilihat orang shufi itupun hanyalah Allah begitulah maka dia telah sampai ketingkat Ma’ifat
 
 
Diantara beberapa ta’riif tentang Ma’rifat adalah :
Alma’rifat jazmul qolbi biwuujuudil waajibil maujuudi muttashifan bisaairil kamaalati,
Artinya : ma’rifat itu iyalah ketetapan Hati mempercayai akan wuujudnya dzat yang waajib Wuujuudnya yang bershifat dengan segala kesempuraannya
 
Al’ma’rifatu syuhuuduhu fiil khairoti wafanaauhu fii haibatin
Artinya : ma’rifat itu nampak didalam keadaan tercengang dan leburnya kita didalam keadaan pingsan ( fana ), sebagaimana digambarkan didalam peristiwa Nabiyullahu Musa memohon agar dapat melihat Allah.

 
 
Qola robbi arinii anzhur ilaika qola lan taroonii walakinizhur ilaljabali faistqorro makanahu fasaufa taroonii, falamma tajalla robbuhu liljabali ja’alahu dakka wakharromuusaa sho’iqon.(Al’Imroon 143) berkata Nabi Musa. 
Artinya : hamba dapat melihat engkau,
Wahai tuhanku nampakanlah dzat kesempurnaan engkau kepada Hamba  Allah berfirman : kamu sekali-kali tidak sanggup melihat  (Aku) tetapi melihatlah kebukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya niscaya engkau dapat melihat (Aku), tetkala tuhannya nampak bagi bukit itu maka kejadian itu menjadikan bukit itu Hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Dari ayat tersebut dapatlah dipetik pengertian melihat Tuhan itu bukan dengan mata kepala.
 
 
Firman Allah : latudrikuhul abshoru,
Artinya : allah itu tidak mungkin dilihat dengan penglihatan mata kepala.
2  . Bahwa  ma’rifat  itu  sesungguhnya  adalah   tembusnya   penglihatan   Hati  kepada  Allah.
 
 
Firman allah ta’ala : qulinzhuruu maadzaa fiissamawaati wal‘ard.
Artinya :   Lihatlah apa yang sebenarnya yang ada dilangit dan dibumi
3. bahwa senantiasa ruuh itu terhijab dengan rasa keinsanan / insaniyah maka tiada yang dilihat kecuali yang nampak juga. Apabila shifat ruhaniyah lebih berkuasa atas shifat keinsanan. Maka berbalik pandangan (mata) kepala menjadi pandangan (mata hati) artinya : tiada dilihat oleh mata kecuali apa yang dilihat oleh (hati) dalam pada itu penglihatan (mata) yang bershifat kebaharuan                       (muhaddats) lebur dalam penglihatan (hati) yang bershifat keqodiman, maka tentunya tidak dapat bercampur baur dengan qodim.
Bersamung ke _17_B

Tidak ada komentar:

Posting Komentar