Panduan Dzikrullah

Panduan Dzikrullah

Rabu, 21 Oktober 2015

BAB_16_A_MA’RIFAT DAN MASALAH MELIHAT TUHAN

 
 
Ketahuilah bahwa baik pada masa dahulu maupun sekarang sering terdengar pernyataan :
Dapatkah kita melihat Tuhan ?
Terlebih dahulu marilah kita tilik pada suatu riwayat, bahwa suatu ketika datang seorang laki-laki, kehadapan syekh junaedi al-baghdadi r.a dan langsung bertanya : wahai abu qosim,
Apakah tuan melihat Allah sewaktu tuan menyembahnya ?
Maka imam junaed menjawab : tuan penanya yang terhormat memang kami tidak menyembah tuhan yang tidak kami lihat, dan kami tidak mewajibkan apa-apa yang tidak jelas. Maka bertanya pula orang itu.
Bagaimanakah tuan caranya melihat tuhan ?
Jawab imam junaed r.a  :
 
 
Alkaiiyyatu ma’lumatun fiihaqqil basyari majmulatun fiihaqqirobbi, lantarohul asroru fiihadzihidduri bimusyahadatil ‘ayani walakin ta’rifuhul qulubu bihaqoiqil imani  tsumma  tatarotta minal ma’rifati ilalruuyati  bimusyahadati  nuurul  istinani.Jawab Imam Juned Rodhiyallahu ‘Anhum :
Artinya : bahwasanya ketentuan –ketentuan pema’luman yang terang itu dalam hal haqeaqat keinsanan (raga kasar) sedang dalam haqeqat ketuhanan tiada berpengetahuan tegasnya : Mata kasar tidak dapat melihat Tuhan ditempat ini dengan mata kepala, melainkam dikenalnya Tuhan itu dengan kekuatan kebenaran Iman.
Selanjutnya kita berjalan / berlanjut dari pertolongan Ma’rifat kearah penglihatan.(ru’uyati)  dengan kesaksian pandangan nur karunia tuhan,
Selanjutnya aljunaed .r.a berkata : bahwa maha suci Allah yang dilihat dengan Haqeqat qudusnya maha suci Allah dari shifat-shifst yang baru maha suci Allah dengan shifat maha gungnya yang maha sempurna, termulya dalam hati kita atas segala pemberian atas belas kasihnya, terkenal dengan keadilannya yang diliputi oleh shifat-shifat maha  agungnya. Setelah orang itu memperhatikan keterangan keterangan shekh junaed .r.a maka dia berdiri lalu mencium tangan beliau serta orang itu pun bertaobat dan tetap mengikuti bersama shekh junaed sampai beliau
wafat yang seperti itu terjadi pula di masa shekh ‘Abdulqodir jaelani dengan kedatangan seorang laki-laki yang bertanya perihal beliau.
 
Dapat melihat Tuhan dengan matanya.
                                                                                                     
 Shekh abdul qodir jaelani membenarkannya dengan berkata =Na’am= yang sedemikian itu sebenarnya bahwa Beliau melihat Allah. dengan mata hatinya (Albashiru) nur cahya yang maha agung lalu tembus dari penglihatan hatinya itu kepenglihatan matanya    (Berlawanan dengan kebiasaan umum) maka melihatlah matanya itu dengan matahatinya yang berupa dua sinarnya dengan nur cahya penglihatan matanya maka menyangkallah dia bahwa matanya itu melihatnya, karena yang sebenarnya ia telah melihat dengan hatinya   (Albashiroh) yang dikiranya ia melihat dengan matanya (Albashor)
 
Para ahli tashauf mengambil kesimpulan diantaranya : 

 
Waidzastaulair ruhaniyatu ‘alal basyariyyatin ‘akasa nazhorul bashoru ilal basyiroti falal yaraul basharu ilal ma’anillati kaanat tarohal bashirohu.
Artinya : apabila ruhaniyah telah menuruti / berkuasa atas indra raga (Albasyariyah) maka baiklah mata (Albashor) kedalam penglihatan hati sanubari (Albashoriyah) maka tetkala itu tiadalah penglihatan mata kecuali yang dipahami ( Alma’ani ) yang menjadi langan penglihatan mata adalah sesuatu yang nampak – nampak saja,
Adapun dimasa saidina ‘ali r.a adapun orang yang datang bertanya :
Tentang dimana tuhan ?
Pertanyaan yang mengandung setengah ejekan itu menimbulkan berubah mukanya Saidina ‘ali yang sangat beliau terdiam, lalu berkata kepada orang penanya itu : ada menanyakan Dimana Allah itu berarti petanyaan tentang hal tempat, dengarkanlah : 
Wakanallahu wala makanu . tsumma kholaqozzamani walmakana ana kama kana duna makanin walazamanin .
Artinya : adalah Allah itu tidak bertempat, kemudian Allah menciptakan waktu = masa =zaman = dan ruang = tempat. Bahwa itu tetap itu juga sebagai keadaannya yang kekal tiada oleh dikuasai segala ruang dan waktu.
Didalam alquranul kariim terdapat firman Allah ta’ala :
 

Bismillahirrohmanirrohiim : Arrohmanu ‘alal ‘arsyisy tawa (thoha .5)

Artinya : yaitu tuhan yang maha pemurah bersemaam diatas ‘arsy sama dengan nada ayat lain :
 
bismillahirrohmanirrohiim : Tsummas tawa ‘alal ‘arsyi

Artinya : lalu tuhan bersemayam diatas ‘arsy
Maka perihal bersemayamnya Allah diatas ‘arsy tersebut imam maliki berkata yang dimaksud garis besarnya bahwa bersemayam diatas arsy ialah suatu Shifat Allah yang wajib kita imani mengingat kemaha besaran Allah dan kemaha sucian .
 
Alistiwau ma;lumun walkaifu majhulun walimanu bihi wajibun wassualun ‘anil kaifiyyati bid’atun idzlaya’lamu kaifiyyatu ustiwaituhi illa hwua.
Artinya : bahwa istiwau / persemayaman tuhan itu fositif sedangkan selukbeluknya adalah negatif. dan mengimaninya wajib sedangkan mempersoalkannya / memperbincangkannya tentang selukbeluknya adalah bid’ah, karena tidak ada yang mengetahui selukbeluk tempat persemayamannya tuhan itu melainkan hanya Allah jua.
Beberapa pendapat : qaum  mutazilah dan zahimiyah. berpendapat bahwa tuhan tidak bisa dilihat baik didunia maupun diakhirat berpegang pada penafsiran mereka atas .ayat Alquran. 
Latudrikuhul Abshoru (Al’an’Am 103)
Artinya : tuhan tidak dapat dicapai oleh penglihatan (mata)
Kedua  : pendapat ahli sunah beberapa pendapat bahwa tuhan hanya dapat dilihat diakhirat berpegang pada penafsiran mereka atas Alquran. 
 
Wujuhu yaumaidhin nadhiroti. Ilaa rabbiha Nadhirotun (Alqiamah . 22)
Artinya : wajah orang mu’min pada hari itu berseri-seri . kepada tuhannya mereka melihat.
Ketiga : pendapat qaom shufi dan ahli sunah waljama’ah. Bahwa tuhan dapat dilihat di dunia dan diakhirat. dan mereka membagi pengertian mata penglihatan itu dengan
Bersambung ke_16_B

Tidak ada komentar:

Posting Komentar