Panduan Dzikrullah

Panduan Dzikrullah

Rabu, 21 Oktober 2015

BAB_13_E_Keterangan perihal : nama–nama (Hati)



kun ma’allahi. Wa inlam takun ma’allahi fakun ma’a kana ma’allahi. Fainnahu yuusiluka ilallahi

artinya : jadilah dirimu beserta allah (hendaklah kamu beserta Allah) dan apabila kamu tidak bisa beserta Allah, maka jadikanlah dirimu beserta orang yang telah apat dirinya beserta Allah, maka sesungguhnya diyalah (orang itu) yang menghubungkan engkau menghantar menyampaikan engkau kepada Allah.  

Timbul tentunya pertanyaan : siyapakah orang tersebut, dimana dan bagaimana orang itu dan apa ciri-cirinya orang yang sudah dapat beserta Allah itu? Jawabannya : bukankah Allah berfirman menjelaskan ddengan orang yang bagaimana Allah itu beserta? Tilik oleh kita ayat2 yang seumpama bunyinya : 


Inna llaha ma’ash-shabirina-inna llaha ma’almuttaqiina.

Maka dapat kita kesimpulan, bahwa orang yang (taqwa dan shabar) adalah orang-orang yang dapat beserta Allah, maka mereka itu dapatlah kita dekati, semoga mereka pun berilmu sehingga kiranya dapat kita jadikan mereka itu sebagai wasilah untuk (muqarabah ke khadhirat allah yang maha Esa, karena walaupun benar bahwa : seseorang nampak (taqwa dan bershifat shabar0 belum tentu mustahaq dijadikan wasilah, tetapi tiap seseorang yang sudah dapat beserta Allah lagi mustahaq dijadikan wasilah, tentu mereka itu bershifat shabar lagi taqwa, dan dengan mereka mudah mudahan kita dapat terpimpin  menjalankan : 


Dawamul’ubudiyyah zhahiran wabathinan ma’a dawami hudhuril qalbi ma’allahi.

Artinya : senantiasa berkekalan memperhambakan diri kepada Allah zhahirnya dan bathinnya beserta senantiasa berkekalan hadhir hatinya beserta Allah subhanahu wata’ala-yakni sesuai firman Allah ta’ala : 


Alladziina hum fii shalatihim khaa syi’uuna (al-mukminun-3)
Artinya : yaitu mereka yang dalam shalatnya khusyu’. 

Dan lagi firman Allah ta’ala : alladziina hum ‘alaa shalatihim daa i-muuna  (al-mu’araj-23)
Artinya : yaitu mereka yang atas shalat mereka berkekalan.

Bagaimana telah kita ketahui (khusyu’) itu pertanda bahwa benar-benar iya telah mengingati Allah dengan sempurna dan berkekalan dan bahwa dia tiada lebih banyak mengingati (dunia) atau yang selain Allah.  


Firman Allah ta’ala : wadzkuru rabbaka fii nafsika tadharru’an wakhiifatan waduunal jahri minal qauli bilghuduwwi wal-ashali wala takun minal ghaafiliina (al-anfal-305)

Artinya : dan dzikirkan olehmu tuhanmu (allah) didalam jiwamu dengan merendahkan diri dan rasa takut, lagi pula tidak dengan suara yang nyaring / keras di waktu pagi dan petang (siang malam) dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang (lali).



Dan lagi firmannya : Wadzkur rabbaka katsiiran wa sabbih bil’asyiyyi wal-atskari (al-‘imran -41)
Artinya : dan dzikirkanlah tuhanmu sebanyak-banyaknya dan tasbihkanlah pada waktu petang dan pagi.
 

Dan lagi firmannya : Wadzkurisma rabbika watabattal ilaihi tabtiila (al_muzamil -8)
Artinya dan sebut-sebutlah asma tuhanmu (Allah) dan berbaktilah kepadanya dengan.

Dan lagi firmannya : fa-idz qadhaitumu sh-shalata fadzkurullaha qiyamaan waqu’uudan wa’alaa junuubikum (annisa-103)
Artinya : maka apabila kamu telah selesai mengerjakan sembahyang. Hendaklah kamu ingat akan Allah sewaktu berdiri dan duduk dan berbaring.

Bigulah banyak lagi ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan betapa kita diwajibkan mengingati Allah dengan menyebut-menyebut nama Allah serta dengan berkekalan dalam keadaan dan kedudukan yang bagaimana pun. Sebagaimana telah diterangkan pada bab-bab yang terdahulunya atas kewajiban berdzikir (mengingati dan menyebut-nyebut nama Allah) tiada suatu ‘udzur (halangan) yang dapat dibenarkan, kecuali hilang ‘aqal atau gila. demikian pentingnya menjalankan dzikrullah!

Rasulullah saw, bersabda : inna fii jasadi mudhghatan, idza shalihat shalhul jasadu kulluhu, wa idza fasadat fasadal jasadu kulluhu, alaa wa hiyal qalbu.

Artinya : bahwa sesungguhnya di dalam tubuh / jasad manusia itu ada segumpal daging- apabila itu baik niscaya baiklah seluruh jasad itu, dan apabila segumpal daging itu rusak niscaya rusaklah jasad itu seluruhnya, ketahuilah : itulah (hati). 


Dan lagi sabdanya : Inna llaha laa yanzhuru ilaa shuwarikum walaa ilaa a’malikum walakinna llaha  yanzhuru ilaa quluubikum.
Artinya : bahwasanya Allah itu tidak memandang akan rupa kamu dan juga tidak pada ‘amal-‘amal kamu, melainkan Allah itu memandang kepada segala (hati) kamu sekalian.
 Jelasnya adalah bahwasanya dibawah susu kiri kita terdapat segumpal / sekepalan daging yang di sebut jantung dan dapat dilihat dengan mata kepala apabila dada kita dibagian situ dibedah, itulah yang di dalam ilmu thareqat disebut (hati) yang zhahir, daerah perhubungannya sukma (hati) yang disebut (lathifatul qabu).
Hati zhahir atau jantung itu didalamnya terdiri dari (dua) ruangan atau bilik, yaitu :
1.      bilik yang sebelah kanan didalam jantung itu adalah tempat iman,tauhid, ma’rifat, islam, ‘aqal, malaikat,
2.      bilik yang sebelah kiri berisi darah hitam, ialah tempat kendaraan syaithan, iblis, dunia, hawa nafsu,  
kedua lubuk itu atau sama berlawanan / bertentangan, maka dalam diri kita bersarang pengaruh syaithan iblis yang selalu mengajak manusia kepada syirik dan segala macam ma’shiat. Justru itu maka kita diperingatkan oleh allah ta’ala dengan firmannya :
 
 
alam ‘ahad ilaikum yaabanii adama an lata’buduusy-syaithana, innahu lakum ‘aduw-wummubiina (yaa siin-60)
tiadakah bukankah telah kami janjikan kepada kamu sekalian, wahai anak2 adam. Bahwa janganlah kalian sembah syaithan, karena dia itu musuh yang nyata bagimu.
 


Telah berkata rasulullah saw, ‘adaa ‘aduwwika fii nafsika baina janbaika,.
Artinya : yang paling sesat menjadi musuhmu itu berada di dalam diri engkau di antara (dua sisi engkau) atau antara (dua lambung engkau di dalam dua lubuk hatimu) .
 
Dan lagi sabdanya : innasy-syaithana yajrii minibni adama majraddami,
Artinya : bahwa sesungguhnya syaithan itu berjalan pada diri manusia di tempat jalannya darah (pembuluh darah).
Itulah syaithan / iblis di dalam diri kita menyebar keseluruh tubuh kita hendak menguasai jiwa raga manusia untuk dibawa kepada berbuat segala macam kejahatan dan kekejian, maka dinamakan dia (hawa nafsu), selama ada darah mengalir di tubuh kita selama itu tetap ada (hawa nafsu), maka bukannya (hawa nafsu) itu dapat dimusnahkan melainkan mesti jangan di ikuti bahkan mesti dilumpuhkn ditundukkan pada (iman, tauhid, ma’rifat, islam), berarti timbul selalu di dalam diri kita adu kekuatan antara (iman) dibilik lubuk (hati) yang satu berlawanan dengan (hawa nafsu syaithanniah) yang maqamnya di dalam bilik lubuk (hati) yang sebelahnya.
 
 
Firman Allah ta’ala : Wa amma man khafa maqama rabbihi wanahan-nafsa ‘anil hawaa, fainnal jannata hial ma’wa (anna zi’at-40-41).
Artinya : dan adapun orang yang takut akan kebenaran tuhannya dan manakala dirinya dari aliran (hawa nafsunya) maka sesungguhnya syurgalah tempat kediaman baginya.
 

 
Rasulullah saw, telah bersabda :  Laa yukminu ahadukum hattaa yakuunu hawahu tab’an lima ji’atu bihi.
Artinya : tiadalah sempurna iman seseorang dari kalian sampai adalah (hawa nafsunya) menjadi mengikuti atas ajaran-ajaran yang telah daku sampaikan, 
 
 
 
Firman Allah ta’ala :Innannafsa la-amaratu bisy-syu-i illaa marahima rabbii (yusuf-53).
Artinya : sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyuruh untuk kejahatan, kecuali siapa-siapa yang dikasihi (dilindungi tuhannya).
Maka daya pancaran kejahatan itu yang beredar ddengan gerakan (hawa nafsu) meliputi seluruh aliran aran (darah) itu berpusat dalam gelapnya (hati), yang manakala (hati) itu (lathiifatul qalbu) tidak dipalu dengan (dzikrullah) yaitu yang memancarkan nuur ketuhanan yang terang benderang, maka jiwa seeorang itu akan diliputioleh  kegelapan asap dan kebutnya api neraka, maka itu menyelamatkan diri daripada kegelapan tersebut mestilah kita berpegang pada petunjuk dari rasulullah saw, dengan sabdanya :

 
Inna likulli syai-in shiqalatan, wa inna shiqalatal qalbi dzikrullahi.
Artinya : sesungguhnya untuk segala sesuatu itu ada sunar cahya yang menerangi, dan bahwasanya sinar cahya yang menerangi (hati) itu adalah (dzikrullah).
Maka justru itu pada pan ilmu thareqat sangat dipentingan bermaca-macam kifayah (dzikrullah biqalbu0, ada kalanya dengan membanyakkan zikir kalimat nafi isbat / kalimat tauhid / kalimatul husna / kalimatul tahliil : (laa ilaha illallah) dan ada kalanya dengan dzikir kalimatul ‘ulya / isimudz-dzat / lafazh aljalalah (allah, allah, allah)  pun biqalbi, yang mulai bab berikut ini kita mulai secara bertahap.
Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar