Panduan Dzikrullah

Panduan Dzikrullah

Rabu, 21 Oktober 2015

BAB_13_D_Keterangan perihal : nama–nama (Hati)



Adapun tujuan kita hidup ini sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah ta’ala tiada lain melainkan untuk berkekalan semata2 beribadah kepada Allah. Yaitu ditegaskan dan ditugaskan oleh Allah ta’ala tersurat didalam firmannya:

Wamaa khalaqtul jinna wal-insa illaa liya’buduuna. (adz-dza riyati-52)

Artinya : tiyada aku jadikan (jin) dan (manusia). Melainkan untuk mereka menyembah Aku (memperhambakan diri mereka kepada Aku dengan berkekalan).
Bahwasanya memperhambakan diri kepada Allah di syaratkan dan di rukunkan.
pertama-tama beriman kepada Allah, dan manakala sudah ada iman lalu menyusul kejiban menegakkan ‘ibadat kepada Allah meliputi segala segi zhahirnya maupun bathinnya, yang segala undang-undang dasar itu termaktub dalam Al-quranul karim dan sunnatur rasul SAW, dan cara persahabatan dan siyasat atau hikmah taktik pelaksanannya itu pada (jama’ dan kias) hikmai dan ‘ulama dan istilah thareqat.
Maka dikehendaki dalam hukum Allah bahwa manakala sudah ada iman langsung kita di wajibkan menjalankan dzikrullah (mengingati Allah) dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya, sedangkan arti banyak itu menurut para ahlinya yaitu sampai melampoi batas hitungan atau bilangan maksudnya tiada berbilang lagi, hal mana ditegaskan dan ditegaskan dalam . dalm firman Allah : 


Yaa ayyuhal-ladziina amanuudz-kurullaha dzikran katsiran, wasabbihuhu bukratan wa-ashiilaa, 9al-ahzab 41-43)

Artinya: wahai sekalian orang yang telah beriman, sebutlah oleh kalian akan Allah dengan sebutan yang sebanyak-banyaknya, dan tasbihkanlah oleh kalian akan Allah di pagi dan petang hari (maksudnya: siang malam).

Nyatalah dari ayat-ayat tersebut bahwa : iman saja tanpa menjalankan (dzikrullah) tidaklah memenuhi kewajiban ‘ubudiyah dan bahwa setelah kalimah ….Alladzina amanuu….di iringi dengan kalimah perintah:…..udzkurullaha…….menunjukkan betapa hukum menjalankan (dzikrullah) aitu adalah : fardhu ‘ain dan lagi pula bahwa orang yang beriman itu ialah orang yang  benar-benar mengikuti Rasulullah SAW, dengan mengambil contoh tauladan daripada banyak berdzikir mengingati Allah, sebagaimana dinyatakan  dalam firman allah ta’ala : 
 
Laqad kaana lakum fii rasuulillahi aswatun hasanah liman kana yarjullahu walyaumal akhira wadzakarallahi katsiiran (al-ahzab-31)

Artinya : sesungguhnya pada diri rasulullah ada suri tauladan yang baik bagi kalian, yaitu barangsiapa yang mengharap ridha Allah dan kebahagiaan hari yang kemudian serta banyak mengikuti Allah. Yaitu menurut apa yang dijelaskan didalam sabdanya rasulullah SAW : 


Ta’arraf illallahi fiir-rakha-i yu’arrifuka fiisy-syidati,

Artinya : kenali kepada Allah (ingatlah kepada Allah) dimasa kesenangan niscaya Allah mengingati akan engkau di masa kesusahan.
Kini jelaslah bahwa thareqat dzikir kita tetap merupakan tatalaksana dari apa yang diwajibkan oleh (syara’) berdasarkan (al-Quran) dan (Hadits nabi saw). Maka selanjutnya diperlakukan adanya sarana penghantar kepada tujuan yaitu yang disebut (wasilah), maksudnya : tali penghubung / pengikat atau disebut perantara yang bershifat penghantar pemersatu bagi menyampaikan kita berwahdah kehadhirat Allah ‘azza wa jalla sebagaimana diperintahkan dalam firman Allah ta’ala : 

 
Yaa ayyuhalladziina amanuut-taqullaha wabtaghu ilaihil wasilatu wajahidu fii sabiilillahi la’allakum  tuflihuuna (alma-idah-35)

Artinya : wahai segala orang yang beriman takutlah kalian kepada Allah dan carilah jalan penghantar / perantara kepadanya dan berjuanglah pada jalannya, agar kalian mendapat keberhasilan.

Dan lagi perlunya adanya sarana penghantar dipujikan dalam firman Allah ta’ala pula : 


U-laaikal-ladziina yad’uuna ilaa rabbihimul wasilata ayyuhum qurabu wayarjuuna rahmatahu wayakhafuuna ‘adzabahu, inna ‘adzaaba rabbaka kana mahduuran. (al-isra-57).

Artinya : orang yang menyembah / berdo’a, mereka mencari dan penghubung kepada tuhannya, mana yang lebih dekat kepadanya (thareqat muraqabatul ma’iyyah) dan mengharapkan rahmat tuhan serta takut akan siksanya, yang sesungguhnya ‘adzab tuhanmu itu adalah sangat menakutkan.
Bagaimana hukumnya mengambil atau menjalankan wasilah itu? Jawabannya ialah menurut qaidah yang berlaku : 

 

Inna lilwasaa ili hukmul maqasidi
Artinya : bahwasanya bagi segala sesuatu wasilah itu hukumnya menurut hukumnya apa-apa yang maksudnya, maksudnya :

jikalau apa-apa yang dimaksud kan itu hukumnya wajib, seumpama ‘ibadah haji atau shalat jumah, maka mengambil wasilah penghantar / penghubung yang menyampaikan paa tujuan ‘ibadatnya itupun wajib pula, seumpama : berkendaraan dan / atau berbekal atau sepertinya. Maka dalam hal berwasilah  untuk maksud tujuan yang haram segala bentuk penghantarnya pun haram, demikian pula dalam hal yang sunnah atau makruh. Ingat-ingatlah  jangan sampai kita salah mengambil wasilah, maka hendaknya, nuruti apa yang telah itunjukkan / digariskan idalam sabda rasulullah saw. : 


ersamung ke_13_E

Tidak ada komentar:

Posting Komentar